Engine Performance Analysis


-->
ENGINE PERFORMANCE ???
Gas turbine engine adalah salah satu mesin yang berdaya guna tinggi saat ini, terutama dalam industri/transportasi penerbangan. Karena begitu besarnya resiko yang di timbulkan dalam sebuah penerbangan ( High Risk ), maka sangat diperlukan adanya analisa-analisa performance ( unjuk kerja ) dari engine pesawat tersebut. Secara garis besar gas turbine engine dapat digolongkan menjadi dua yaitu gas turbine engine yang menghasilkan energi listrik dan gas turbine engine yang menghasilkan gaya dorong / Thrust , ( lihat artikel ; jenis-jenis gas turbine engine / Jenis Mesin Pesawat Terbang).
Sebuah engine yang telah selesai diperbaiki ( repaired / overhauled ), sebelum dipasang di pesawat ( aircraft ), terlebih dahulu harus dilakukan pengujian / testing , guna mengetahui unjuk kerja atau performance dari engine tersebut, apakah engine tersebut laik terbang ataukah tidak laik terbang karena ada hal-hal atau parameter-parameter yang diluar batas ketentuan (Limitation). Batas ketentuan atau limitasi tersebut sudah ditentukan oleh pabrik pembuat engine yang tertuang didalam Engine Testing Manual ( EOM= Engine Overhaul Manual atau AMM = Aircraft Maintenance Manual ).
Pengujian engine biasanya dilaksanakan di TEST CELL ada juga yang dilaksanakan di pesawat langsung / ON WING.


Apa itu TEST CELL ???
Test Cell adalah Tempat untuk melaksanakan pengetesan Engine/APU guna menegtahui performance / unjuk kerja-nya, dengan mengukur bagian-bagian terkecil ( cell ) dari engine/APU secara menyeluruh, baik Tekanannya, Temperatur, Putaran/RPM, Vibrasi/Getaran maupun Gaya dorongnya /Thrust.

Secara umum area Test Cell dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu ;

1). PREPARATION AREA ; Tempat melakukan persiapan-persiapan sebelum pengetesan Engine/APU , dengan cara melakukan pemasangan alat-alat ukur, tapping pressure, tapping temperature, pemasangan Vibration Pick-Up untuk mendeteksi getaran Engine/APU dll.

2). TEST BENCH AREA ; Ruangan kedap suara tempat dilaksanakannya pengetesan Engine/APU ( Engine/APU Running ). Khusus untuk tempat pengetesan Engine, ruangannya dibuat berbentuk “ U “, untuk mengurangi efek bahaya dari hisapan (inlet) dan buangan udara(exhaust) selama pengetesan ( for safety reason ).

3). CONSOLE AREA ; Ruangan kontrol tempat melaksanakan pengetesan engine, atau dikenal dengan Engine Test Monitoring system. Kalau dipesawat instrument pengukuran umumnya menggunakan EIS = Engine Information System. Secara functional, system bekerja-nya sama sebagai instrument parameter guna mengetahui kondisi engine ketika pesawat sedang terbang, namun yang membedakan dengan Test Cell Instrument adalah hardware system / wiring diagram-nya .
Alat untuk pengambilan data tersebut dapat dipisahkan menjadi 2 bagian utama yaitu Hardware adan Software, secara ringkas bahwa data dari Trannducer atau sensor dari pengukuran engine (voltage output) diproses melalui factor kalibrasi ( Gain & Offset ) dan perataan data melalui kurva linierisasi. Hasil dari proses tersebut berupa data Observed Values (digital output), kemudian data ini diproses lagi melalui formula2 yg dikeluarkan oleh manufacture untuk menghasilkan Corrected data (Test cell analysis only), dan data inilah yang dibandingkan dengan limitasi-limitasi parameter yang dikeluarkan manufacture untuk menghasilkan data Engine Performance.

Didalam ruangan Console ( kalau dipesawat = ruang Cockpit ) engine dikontrol / dimonitor berdasarkan parameter-parameter utama spt ;
- N1 = Putaran LP (Low Pressure) dalam Rpm
- N2 = Putaran HP (High Pressure) dalam Rpm
- EGT = Exhaust Gas Temperature dalam deg C
- THRUST / FN = Gaya dorong Engine dalam Pounds Thrust
- VIBRATION = Getaran Engine dalam mil pp
- MOP = Main Oli Pressure dalam Psi
Parameter-parameter lain yg diukur antara lain ; EPR (Engine Pressure Ratio ), Oil Temperatur, Oil Consumption, Fuel Flow dalam kg/hour, Fuel Pressure and Temperatur, Fuel Consumption, Air Inlet Pressure/Temperature, Pt2/Tt2, Pt3/CDP/T3, P6/T6, IGV(SPEY), Pt25/T25(CFM), Pt495/T495(CFM), Pt54/T54(CFM), VSV(CFM), VBV(CFM) dll.
Adapun data engine performance tersebut diukur pada masing-masing kondisi / posisi operasinya. Yaitu pada posisi sbb; ( contoh untuk engine CFM 56-3C1) ;
1). IDLE
Posisi engine running dengan Minimum Thrust , kalau istilah kendaran - bermotor adalah posisi ‘langsam’. Biasanya dipesawat digunakan untuk TAXING ( menggerakan pesawat di ground/landasan ).
Diposisi ini , engine memenuhi syarat apabila ;
-->N2 rpm ; 8839 - 9137 ( pada inlet temperature 30 deg C )
MOP > 13 Psid, N1 tidak ada batasan sekitar 1100 Rpm, Thrust tidak ada batasan sekitar 900 Lbs, EGT max 725 deg C, Vibration LPC max = 3.5 mils pp, LPT max = 4 mils pp , HPC max = 1.6 ips , HPT = 1.6 ips,
2) APPROACH IDLE
Posisi engine running diatas ‘Idle Thrust’, atau kira-kira 2x –nya ‘Idle Thrust’ . Biasanya di pesawat digunakan untuk DESCENT ( menukik dari ketinggian tertentu, untuk persiapan pendaratan/ Landing ). Namun pada sa’at LANDING Thrust-nya melebihi Approach IDLE, karena ketika Landing Butuh Power besar untuk mempertahankan LIFT ( gaya angkat pesawat ). Lihat artikel ‘Mengapa pesawat bisa terbang’ .
Diposisi ini , engine memenuhi syarat apabila ;
-->
N2 rpm ;
-->10517 - 10726 ( pada inlet temperature 30 deg C )
MOP > 13 Psid, N1 tidak ada batasan sekitar 1500 Rpm, Thrust tidak ada batasan sekitar 1600 Lbs, EGT max 725 deg C, Vibration LPC max = 3.5 mils pp, LPT max = 4 mils pp , HPC max = 1.6 ips , HPT = 1.6 ips.
3). MAXIMUM CONTINUOUS
Posisi engine running dengan Thrust dibawah maximum power / Take-Off, pada posisi ini engine bisa running terus menerus sampai kemampuan engine maximum, biasanya di pesawat posisi ini digunakan untuk Climbing dan Cruissing / menjelajah, namun untuk alasan reliability ( kehandalan engine) umumnya Pilot menggunakan Thrust dibawah Maximum Continuous.
Diposisi ini , engine memenuhi syarat apabila ; dengan target N1 = 4804 Rpm (umumnya engine di test dengan target Thrust, kemudian diukur parameter2 yg lain apakah memenuhi persyaratan limitasi yg ditentukan atau tidak, namun Khusus untuk engine CFM56- series, target pengetesan engine berdasarkan N1 rpm).

--> -->
N2 Rpm ; 13864 - 14266 (corrected to sea level ) ,
MOP ; 50 Psid - 66 Psid, Oil Consumption max 0.38 ltr /hour
THRUST ; 21684 - 22768 Lbf
EGT MAXIMUM = 830 deg C
Vibration LPC max = 3.5 mils pp, LPT max = 4 mils pp , HPC max = 1.6 ips , HPT = 1.6 ips,
4). TAKE OFF
Posisi engine dengan maximum power / Take-Off, pada posisi ini engine hanya bisa running selama maximum 5 menit, di pesawat posisi ini digunakan untuk Take Off juga.
Diposisi ini , engine memenuhi syarat apabila ; dengan target N1 = 4942 Rpm

--> -->
N2 Rpm ; 14034 - 14436 (corrected to sea level) ,
MOP ; 50 Psid - 66 Psid, Oil Consumption max 0.38 ltr /hour
THRUST ; 23498 - 24674 Lbf
EGT MAXIMUM = 908 deg C
Vibration LPC max = 3.5 mils pp, LPT max = 4 mils pp , HPC max = 1.6 ips , HPT = 1.6 ips, ( Limitasi Vibration untuk semua posisi sama ).
ANALYSIS ???
Many Performance Parameters are interconnected for examples:

higher thrust margin = lower EGT margin
higher HPC efficiency = better acceleration time
lower N2 Margin = slightly improved HPC stall margin
decreasing N2 Speed over time = HPT efficiency loss
increasing N2 Speed over time = HPC problem or efficiency loss

Certain hardware conditions directly affect performance for examples:
1). poor Fan Disk and Blade root condition = higher thrust margin
= lower EGT margin

2). HPT Vanes with trailing edge bow or missing trailing edge
= higher A4 area = lower compression = low EGT margin

3). Large tip clearances in HPC = lower HPC efficiency
= low EGT margin + low N2 margin

4). Poor surface finish on HPC airfoils = lower compression + higher
HPC discharge temperature = lower EGT margin


Reff : CFM Performance Analysis & Engine Manual (for Trainning Only)
Artikel Terkait : THRUST ( GAYA DORONG )

No comments: